Apa Aku Ini Bagimu?
Teruntuk kamu dengan senyum setengah
lingkaran sebenderang purnama, juga tawa semerdu semilir lagu cinta, aku
menyampaikan rinduku di antara genggaman jemariku yang tak kau balas.
Adakah kau
berfikir untuk ada di sisiku saat tatapan mataku memandangmu rindu?
Adakah kau
berfikir untuk menjadikan senyum dan perasaanku sebagai hal yang paling kau
jaga?
Adakah kau pernah
merasa kehilangan akanku saat kehadiranku tak terasa?
Aku bertanya
karena aku takut aku merindu sendirian, dan ketakutanku ternyata nyata. Aku
akan selalu butuh kamu yang terkesan tak membutuhkanku. Dengan sikapmu berlalu
dihadapanku tanpa sapa, tatapan dingin, dan radius fana yang terasa nyata; apa
aku ini bagimu?
Seakan mereka
memenangkan duniamu dalam sebuah karnaval dengan mudahnya, sehingga aku
terkesan tak berarti lagi, tak pernah memenangkanmu. Mudahnya mereka. Hanya
bisa berucap dalam diam yang tak berhasil kau perhatikan, dan hanya bisa
bersuara dalam hening yang tak berhasil kau dengar.
Rinduku jadi
segan, perasaanku mengawang bebas mencari posisinya sendiri berebut prioritas.
Baiklah, Aku Tersisih
Kadang apa yang kufikirkan saat sendirian
begini hingga tega pada diriku sendiri beranggapan bahwa kekasihku sendiri tak
membutuhkanku? Saat aku hanya bisa diam tak tahu apa-apa saat ‘seharusnya’ kau
membutuhkan aku dan ‘seharusnya’ memang aku yang kau butuhkan. Aku tahu ini
salah untuk berpikir, menyebabkanku diam dan cenderung menjauhimu karena aku
merasa tersisih. Tak ada, tak ada yang salah denganmu, bahkan kau tak melakukan
kesalahan apapun. Memang adanya begini atau aku yang terlalu banyak berpikir?
Atau bisa jadi
kau tak ingin membaginya denganku karena tak ingin membebaniku? Atau karena aku
tak perlu tahu? Atau bahkan jangan-jangan aku sama sekali tak akan meringankan
apapun? Lucu, ya, aku bahkan bisa lupa semua masalah hanya dengan berada di
sisimu. Tapi kau? Menyerahkannya pada orang lain dan membiarkan aku tahu bahwa
kau berpura-pura baik. Menyenangkan, ya, jadi kekasih di saat bahagiamu saja.
Tak perlu tahu beban apapun dan berbagai masalah yang dihadapi kekasihnya
sendiri.
Kufikir ulang,
serakah juga aku. Merasakan senangmu, tapi masih juga ingin merasakan sedih dan
semua bebanmu. Bahagia karena kau juga bahagia, tapi aku juga ingin menangis di
saat kau sedih. Ikut menanggung beban, mengambilnya sebagian darimu dan
menjadikannya masalahku juga. Kekasih macam apa aku ini? Serakah.
Malah kadang aku
memintamu membaginya, membiarkaku menyelesaikannya juga. Meskipun jawaban “Aku baik-baik saja" berulang kali
kudapatkan, aku semakin merasakan hal yang sebaliknya. Mau kau tersenyum juga
aku merasakan hal yang lain, yang justru membuatku semakin ingin jauh, menerima
kenyataan sederhana namun pahit bahwa aku...tersisih.
This is Reality
Aku tertawa sendiri memikirkan apa yang
terjadi belakangan ini. Hari di mana matahari bahkan tak membantumu tersenyum,
dan kehadiran banyak orang justru mengusikmu. Berbalik ditenangkan oleh hujan
dan membenci pelangi. Merenungkan kehadiranku di hatimu, merasa ada dan tak ada
di saat yang bersaman.
Seperti halnya sebuah drama, tapi kali
ini kau adalah pemain utamanya, dengan ingatan sebatas naskah yang menjadi
bagianmu. Kau terbawa suasana karena kau membuat-buatnya, menghayati keadaan
yang diciptakan semesta pada saat itu. Namun saat semuanya berakhir, kau begitu
saja pergi seolah tak terjadi apapun.
Drama yang bisa kau putar kembali hanya
sebagai sebuah ingatan. Diliputi oleh perasaan hampa atas lawan mainmu; adakah
aku sedikit di hatimu? Aku terlalu terlarut dalam sebuah drama sedih yang
memainkan emosi dan membuatku merangkai kejadian, satu per satu menjauhi
kenyataan yang sebenarnya. Di balik naskahmu, ada sesuatu yang tak kutahu dan
memang kau tak ingin aku mengetahuinya. Sedangkan aku terus meninggikan
ekspektasi yang membuatku justru mudah bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar