“Terus saja perbanyak hutangnya. Bakal dibawa
mati pun. Kan tidak ada itikad baik untuk membayar. Sama sekali tak terlihat niat itu ada. Tambah
iya”
“Mboyaa,, yang
perlu perlu saja kalo mau ambil dulu itu. Yang pokok saja. Jangan semua diambil
toh.. apalgi hanya untuk mengisi mulut yang ga ada kerjaannya itu”.
“Apa kalian
sengaja ingin membuat bangkrut orang tua ku saja hah? Coba dituker posisinya,
gimana nanti perasaan kalian. Tapi sepertinya tidak bisa. Percuma. Tipe-tipe
orang yang tidak peka dan ga berperasaan gini”.
“Hemmm,, mahal
ya? Iya emang mahal banget kejujuran itu. Sebab itulah kalian tidak punya.
Mahal sihh”.
“Astaga,
omongannya so iyessss.. Kelakukannya ckckckck *istigfar*”
“Dasar penjilat
dan bermulut manis. Kelakuan macam,,, ahh sudahlah”.
“Aku bukan anak kemaren sore. Aku juga bukan
orang yang baru tinggal disni. Hatam sekali aku dengan sandiwara dan gerak
gerik kalian itu. Dan aku muak”.
“Ohh,, anda
sedang melucu? Lelucon anda sama sekali tak mengelitik tawa saya. Sayang
sekali..”
Begitulah sekelumit kata yang tak
mampu terlontar. Bukan karena aku takut. Tapi lebih karena untuk menjaga
kehormatan keluargaku saja. Aku sudah di didik dengan luar biasa. Bahkan sampai
kejenjang perkuliahan. Nanti omongan apa lagi yang bakal mampir dirumah jika
sampai bom waktu ku meledak dan mengluarkan kata-kata itu semua. Serangan
gossip apalagi nanti yaa.. ahh begini amat tingal di kampung. Otak dan mulut
sebagian orang-oangnya tidak relevan dengan kelakuan. Ganas!
Astagfirullah
ampuni aku yaa Allah. Entah kebencian ini semakin hari tak mau hilang jua. Bukan,
bukan ingin ku seperti ini. Tapi memang beginilah adanya. Asap kebencian ini
pun tak akan ada jika tidak ada api yang menyulut rasa becni itu untuk ada.
Aku benci dengan
beberapa orang dilingkungan tempat ku tinggal. Dengan gampangnya mereka, tanpa
usaha apa apa bisa mendapat apa yang mereka mau. Semudah itu.. Bahkan mereka
tidak tahu cara balas budi, atau setidaknya berterimakasih. Bukan aku gila akan
kesemuanya itu. Namun kebaikan yang telah mereka dapat tidak mereka balas
dengan apa yang baik pula. Malah balik memfitnah, menggunjing, serta menyakiti si perantara pemberi kebaikan
itu. Apa pantas? Itulah sebab dibalik kebencianku.
Mengapa otak
mereka begitu kosong. Bodohkah mereka? Kemena fikiran mereka? Tidak pernah
digunakankah? Apa hanaya berfungsi sempurna saat menggunjing orang saja? Mirisnya..
Mengerikan sekali.
Keluargaku
membuka usaha untuk mencari penghidupan. Kami berikhtiar. Kami berusaha keras. Sangat
keras. Tapi kalian malah mematikan. Mengambil enak dengan memanfaatkan kebaikan
kami. Dikasih hati minta jantung, begitulah istilahnya. Kenapa keluarga ku
begitu baik terhadap orang. Terurtama ibu. Typical mereka mereka itu otomatis
ngelunjak. Kejamlah sedikit saja bu. *ohh ,, aku sesat -.-*
Baiklah, aku lelah. Lelah
dengan keadaaan ini. Maka hal ini pula yang semakin membulatkan tekadku untuk
segera keluar. Keluar dari desa. Pergi kemana saja. Bisa jadi pergi keluar
negeri. Tinggal disana bersama suamiku kelak. Iya, seperti itu. Seperti
cita-citaku sedari kecil. Setelah memperoleh title ku di Indonesia dan
melakukan pencapaian-pencapaian yang aku angankan. Sesegara mungkin aku akan
melakukan langkah besar dalam hidupku. As soon as possible, *Bismillah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar